Senin, 13 Juli 2009

Urgensi Jaringan Dakwah Di Era Global

Urgensi Jaringan Dakwah Di Era Global

Sebagus apa pun sebuah agama atau ajaran, tidak akan memiliki arti dan manfaat jika hanya tersimpan dalam ide dan pikiran pemiliknya, tanpa disebarkan dan disiarkan kepada orang lain. Semuanya akan tinggal menjadi puing-puing yang tidak bernilai dan tidak bermanfaat. Karena itu, penyebaran dan penyiaran Agama Islam sebagai petunjuk hidup yang autentik, komprehensip, dan rasional adalah salah satu dari inti perintah penting Allah swt. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa penyiaran Agama Islam dewasa ini tertinggal dibandingkan dengan penyiaran agama, konsep, dan ide lain.

Tampaknya, salah satu faktor ketertinggalan ini adalah sistem penyiaran Agama Islam kalah cepat daripada sistem penyiaran agama dan konsep lain itu, terutama di bidang jaringan informasi dan jaringan kerja. Dakwah Islam belum banyak menggunakan internet, homepage, serta media massa elektronik dan cetak. Zionisme, sekularisme dengan liberalisme dan humanismenya sudah banyak memanfaatkannya. Bahkan, untuk menyiarkan pahamnya, mereka sudah membangun jaringan yang luas dan rapi.

Pada tahun 1970, seorang futulog, Alvin Toffler menulis sebuah buku yang berjudul, Future Shock. Dalam buku ini, ia mengidentifikasi perkembangan peradaban manusia ke dalam tiga gelombang (wave), yaitu (1) gelombang pertanian, (2) gelombang industri, dan (3) gelombang informasi. Dalam gelombang atau fase pertanian, orang yang paling menguasai tanah adalah orang yang paling berpengaruh. Dalam fase industri, orang yang paling menguasai industri adalah orang yang paling berkuasa. Sementara dalam fase informasi, orang yang paling menguasai informasi dunia adalah orang yang paling menguasai kehidupan.

Pada tahun 1980-an, futulog, John Naisbitt menulis buku Megatrends. Dalam buku ini, ia mengidentifikasi sepuluh kecenderungan manusia modern. J. Naisbitt menempatkan peralihan masyarakat industri menuju masyarakat informasi sebagai kecenderungan pertama dari sepuluh kecenderungan dimaksud. Peralihan dari organisasi sistem hierarki kepada sistem jaringan menempati kecenderungan ke delapan. Pada tahun 1966, J. Naisbitt membuat sebuah buku yang secara khusus membahas delapan kecenderungan yang terjadi dan akan terus berkembang di Asia dengan judul Megatrends Asia. Kecenderungan petama adalah peralihan keadaan negara-bangsa kepada sistem jaringan. Sampai di sini, ada dua kata kunci yang perlu dicermati, yaitu, informasi dan jaringan. Untuk dapat bersaing ke depan, harus membangun informasi dan jaringan.

Pradiksi-pradiksi para pakar di atas, sekarang dapat dirasakan. Jumlah anggota negara-negara Asian sudah bertambah. Demikian juga persekutuan-persekutuan negeri-negeri di berbagai belahan dunia terus merapatkan barisan. Keadaan ini membuktikan bahwa sebuah negara sudah merasakan ketidakmampuannya untuk menghadapi persaingan eknomi dan politik secara sendirian, melainkan harus melalui kerjasama dengan negara-negara tetangganya atau yang sepaham dengannya.

Kegiatan penyiaran Agama Islam adalah bagian dari kegiatan dunia. Bagi seorang dai, penyampaian kebenaran Islam kepada umat merupakan sebuah kewajiban. Secara khusus, memperbaiki dan meluruskan aliran dan paham sesat yang tumbuh subur dan semarak di kalangan umat Islam Indonesia merupakan usaha yang harus dilakukan. Dalam usaha menyiarkan dakwah dan mengempang lahir dan berkembangnya aliran dan paham sesat pada zaman modern tidak bisa lagi dilakukan secara perorangan atau sebuah lembaga seperti MUI secara sendirian. Di era global, keberhasilan dakwah Islam sangat membutuhkan jaringan. Jaringan berarti hubungan horizontal dan vertikal antar sejumlah elemen atau lembaga. Jaringan ini berfungsi sebagai saluran informasi secara timbal balik untuk tujuan bersama melalui tindakan tertentu. Semakin luas bentuk sebuah jaringan semakin efektif usaha yang dilakukan untuk keberhasilan program.

Urgensi jaringan bidang informasi dengan dakwah Islam didasarkan kepada tiga prinsip berikut. Pertama, prinsip kewajiban dakwah serta amar makruf dan nahi munkar. Kedua, prinsip mencari kebenaran. Ketiga, perintah ta’awun, yakni kerjasama dalam berbuat baik.

Prinsip wajib dakwah didasarkan kepada Alquran surat an-Nahl: 125 yang artinya, ”Ajaklah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik.” Alquran surat Ali Imran: 104 memerintahkan melakukan dakwah dan amar makruf serta nahi munkar. Dalam surat Ali Imran: 110 Allah juga menyatakan umat Islam sebagai umat terbaik karena melakukan amar makruf dan nahi munkar.

Prinsip mencari kebenaran didasarkan kepada lima ayat pertama dari surat al-’Alaq dan sejumlah hadis yang mewajibkan menuntut ilmu. Perintah mencari kebenaran didasarkan kepada surat al-Hujurat: 6. Dalam ayat ini Allah memerintahkan menyelidiki berita yang benar. Dalam menyampaikan dakwah, seorang dai harus menguasai ilmu yang hendak disampaikannya. Di antara ciri dai yang berhasil dalam dakwahnya adalah cinta ilmu dan informasi sehingga penjelasan yang disampaikannya akurat dan argumentatif. Di era global, agen berita ada di mana-mana. Agen-agen ini akan menyiarkan berita yang dipasok. Berita yang disiarkan tergantung kepada sumber pemasok. Dalam memasukkan berita, dakwah Islam sangat kurang dan selalu terlambat karena tidak menggunakan teknologi informatika. Lebih dari itu, zionisme, komunisme, dan sekularisme menggunakan taktik dan strategi yang canggih dengan cara licik. Mereka membungkus konsep dan ide mereka dengan baju agama dan didukung dengan kekuatan material. Karena itu tidak sedikit orang Islam yang Islamnya belum terdefinisi terkecoh dan tergiur dengan propaganda mereka. Bahkan, orang Islam yang lemah iman mudah menerimanya dan bahkan menyiarkannya pula. Informasi tentang fenomena seperti ini sulit terdeteksi tanpa melalui jaringan informasi yang terkordinir. Tanpa informasi dini, usaha antisipasinya pun tidak mungkin dilakukan.

Prinsip ta’awun (kerjasama) didasarkan atas surat al-Maidah: 2 yang memerintahkan manusia agar toloong-menolong dan kerjasama dalam memperjuangkan kebajikan.

Dengan demikian, jaringan dimaksudkan di sini adalah jaringan kerjasama dengan pihak-pihak atau lembaga-lembaga di berbagai daerah dan negeri untuk merealisasikan program dakwah dan mengantisipasi paham sesat dan berbahaya. Dakwah Islam sudah saatnya membangun jaringan yang luas, rapi, dan terkordinir. Jaringan ini tidak cukup sebatas kota dan daerah, tetapi juga melampaui batas-batas negara. Sebab, tantangan dan ancaman dakwah dewasa ini juga merupakan gerakan global. Jaringannya pun luas dan dinamis. Untuk memenangkan pertarungan, dakwah Islam harus menggunakan jaringan yang lebih luas dan lebih dinamis. Paling tidak, dakwah Islam memliki jaringan yang sama dengan mereka.

Membangun jaringan yang besar bukanlah pekerjaan sim salabim. Membangun jaringan dakwah Islam harus secara bertahap dengan skala prioritas. Langkah pertama adalah membangun jaringan dengan lembaga-lembaga sejenis dan satu visi, seperti dengan sesama lembaga dakwah dan ormas Islam. Kemudian, membangun jaringan dengan lembaga yang tidak sejenis, tetapi satu visi, seperti lembaga-lembaga pendidikan Agama, lembaga riset, dan lembaga informasi yang bernuansa Islam. Selanjutnya, dengan lembaga yang tidak sejenis dan mungkin tidak satu visi, seperti Perkebunan dan BUMN yang mungkin bisa memberikan dukungan dana, Kejaksaan dan Kepolisian yang diharapkan mendukung pembangunan mental spiritual serta membasmi ajaran-ajaran sempalan. Seterusnya dengan lembaga-lembaga di luar negeri. Semakin luas jaringan ini semakin besar efektifitasnya.

Sebagai gambaran umum penguasaan informasi alam maya melalui internet, Israel memegang rekor. Catatan waktu terbanyak saat online, Israel memimpin dengan rata-rata pengguna menghabiskan 57,5 jam online selama satu bulan, dua kali lebih besar dibandingkan dengan penggunaan waktu rata-rata orang di AS. Makanya penyebaran ide zionisme efektif. Setelah Israel dan AS, yang menduduki lima besar dalam kategori tersebut adalah Finlandia, Korea Selatan, Belanda, dan Taiwan. Demikian juga dengan paham liberal Islam menyebar dengan cepat melalui JIL-nya. Sekarang ada juga Jaringan Islam Kampus (JARIK). Dari uraian ini dapat dipahami betapa perlunya membangun jaringan untuk lebih mengefektifkan kegiatan penyiaran Agama Islam dan mengantisipasi tantangan yang mengancamnya di masa depan. (Prof. Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA/Ketua Majelis Syura Dewan Da’wah Provinsi Sumatera Utara)